Selalu ada yang pertama

24 April 2024 akan menjadi kenangan abadi, tanggal dimana pertama kalinya Sawaii anak sulung kami mengikuti pertandingan Badminton. Setelah berlatih Badminton sekitar 4 bulan, pelatih Sawaii merekomendasikan kami untuk mengajukan diri ke sekolah agar dapat mengikuti pertandingan O2SN mewakili sekolahnya. Mendengar itu tentu kami tentu bertanya kepada Sawaii, apakah dia mau dan siap? Dia sangat senang tapi sangat takut pula. Seolah ini adalah momen yang ditunggu tapi sekaligus takut jika kalah ataupun gagal. Kami memberikan arahan bahwa ini bagus buat latihannya, menambah jam terbangnya dan tentu saja bisa jadi langkah awal kalau cita-cita kamu ya jadi atlit badminton.

Dengan penuh percaya diri Sawaii bersedia mengikuti O2SN katanya, tapi sayangnya tanggapan sekolah tidak sepercaya diri itu. Guru olahraganya meminta waktu untuk berdiskusi dengan pihak sekolah karena alasan Sawaii masih kelas 2 SD sedangkan sistem pertandingannya tidak ada kelas-kelasnya, jadi dikhawatirkan Sawaii akan melawan anak kelas 4 atau 5 yang sangat tidak sebanding. Tapi kami pihak keluarga dan pelatihnya sepakat kalau tujuannya hanya untuk cari pengalaman dulu, dan menambah jam terbang. Akhirnya pihak sekolah mengijinkan jika alasannya demikian.

Setelah berlatih kurang lebih 4 bulan persiapan, akhirnya tiba saatnya pertandingan O2SN itu tiba. Seminggu sebelum pertandingan kami sudah diminta kelengkapan data, Ibunya udah mulai deg-degan; kemudian di invite grup persiapan para orang tua murid yang anak-anaknya menjadi kontingen dari berbagai cabang olahraga, Ibunya makin deg-degan; lalu muncul jadwal tanding dan bagannya, ibunya mendadak mules dan lemas. hahahaha..

Tentu saja bukan hanya ibu atau bapaknya yang mulai deg-degan, anak yang akan tanding juga gak kalah mulai banyak pertanyaan disela-sela latihannya. Banyak yang kami diskusikan bersama seperti kalau kalah bagaimana, apakah akan malu? apakah akan menangis? dan segudang pertanyaan lain yang kadang hanya terus mengulang seolah minta terus diyakinkan. Salah satu diskusi yang saya lakukan dalam perjalanan hari itu di mobil berdua sama Sawaii salah satunya adalah “Kak, yang mesti kakak inget. Mau kakak kalah ataupun menang, ibu, bapak, a tanzi (pelatihnya) akan tetep bangga sama kakak karena kakak udah berani sejauh ini”, tapi pertanyaan lanjutannya “kalah kok bangga bu?”, “ya karena tugas kita mah cuma berusaha, kalau Allah ijinin kita menang, kita akan menang, kalau Allah pengennya kita kalah, mau sehebat apapun pasti akan kalah”, “Kok Allah pengen kita kalah?”, “Karena Allah mau kita belajar dari kekalahan kita, tapi kalau lawan kita kalah ya Allah juga pengen lawan kita belajar. Mungkin yang Allah pilih buat menang karena dia sudah berusaha lebih dari lawannya, kita gak tau pastinya. Tapi intinya apapun yang dipilih Allah pasti bagus”

Apakah kata-kata itu membuatnya tenang? entah, yang pasti diskusi terus berlanjut. Kadang saya memeluknya, menggenggam tangannya dengan erat, terus mendoakannya, bahkan sebelum bertanding kami sempat bermain batu gunting kertas guna mengalihkan perhatiannya. Hari itu saya terus mencoba menenangkannya, walau sebenarnya saya sebagai ibunya gak kalah stres. Iya stres, sampai sebelum pertandingan saya sampai keluar flek. hahahaha.. Tidak sampai disitu selesai pertandingan diperjalanan pulang, gerd dan pusing kepala kambuh. Seolah bisa baik-baik saja terlihat dari luar, tapi tubuh tak bisa bohong langsung bereaksi. hahahaha

Sebelum bertanding saya meminta dia untuk pemanasan, skipping atau sekedar perenggangan. Ternyata itu works, Sawaii bilang setelah skipping dia jauh lebih tenang. Tapi ternyata ibunya yang mulai gak tenang, jari-jari seolah bergetar membuat tak mampu untuk terus memberi kabar kepada Bapaknya (kebetulan sekali, bapaknya harus keluar kota demi pekerjaan, tentu itu juga tak mudah buat bapaknya meninggalkan momen pertandingan pertama anak sulungnya).

“Bu, yang lain banyak yang dukung, kakak gada keluhnya lagi”, “Tenang kak, ibu kan mantan pemandu sorak waktu SMA, jadi ibu sendiri juga bisa teriak-teriak bahkan lebih keras, mau kak? hahahaha” candaku, “gak mau ah bu, malu”, “nanti ibu teriak I LOVE YOU KAK SAWAII. hahahaha”

Dan benar, selama pertandingan entah berapa kali saya berteriak “I LOVE YOU KAK SAWAII” untuk terus menyemangati sambil menikmati permainan mereka hari itu, permainan yang memukau untuk saya khususnya. Sawaii bertanding melawan anak kelas 4 SD, sesuai kekhawatiran pihak sekolah. Namun ALHAMDULILAAAHH Maha Baik Allah, Sawaii memenangkan pertandingan dengan skor 21-13 dan 21-19. Rasanya plong, lega sekali bahkan kata Sawaii dia sempat ingin menitikan air mata karena terlalu bahagia. Jika Sawaii sampai hampir menitikan air mata, tangan ibu bergetar saat akan chat bapaknya. hahahahaha.. Kemenangannya membawa Sawaii masuk ke dalam 8 besar dengan menjadi peserta terkecil. Dan esok harinya Sawaii akan melanjutkan pertandingan, kali ini melawan kelas 3 SD yang tahun sebelumnya dia menang juara 3. Melihat background lawannya, pelatih sawaii sudah mengingatkan bahwa “besok mah jangan jadi beban, yang penting sudah masuk 8 besar. Sudah berani dan menang di main perdana udah hebat banget” Alhamdulilah..

Hari pertandingan kedua datang, dengan berbekal pengetahuan sedikit tentang lawan dan pengalaman kemarin akhirnya kali ini kami datang bersama 2 adiknya dan abah eninnya. Tapi ternyata membawa 2 adiknya itu keputusan yang kurang tepat. hahahaha.. Ada banget momen 2 adiknya sedikit bertengkar dengan hal-hal gak penting saat ibunya mulai panik atau bahkan harusnya menenangkan Sawaii malah harus memberi perhatian pada adik-adiknya. Mmmm… Set pertama berjalan, Sawaii tertinggal jauh tanpa bisa mengejar, mukanya mulai muram tak ada senyuman diwajahnya, dia terus berusaha mengejar, membalikan semua kok yang diberikan tapi lawannya terlalu kuat. Seiring moodnya yang memburuk, saya coba ingatkan berkali-kali “gak apa-apa kak, senyum aja” bahkan ketika break tiba saya sempat menawarkan, ibu akan foto ya, kakak senyum tapi ya pas tanding sama nyanyi dalam hati” Dulu dia pernah cerita, saat mood dia gak baik karena tegang, bernyanyi dalam hati lagu favoritenya bisa membuat dia lebih rileks, tapi sayang kali ini tidak berhasil, dia seolah sudah pasrah, tak ada harapan lagi baginya. Sampai dia kalah di 2 set sekaligus.

Selesai bersalaman dengan lawannya dan wasit dia berlari kearahku, memeluk erat dan menangis. Ku biarkan dia menangis sambil sesekali aku bilang “gak apa kak, gak apa-apa, kakak udah keren banget masuk 8 besar, kalah sekarang gak apa-apa kakak tetap keren”, silih berganti kami menyemangati sawaii; abahnya, eninnya, pihak sekolah yang mendampingi, pelatih, tak juga membuat sawaii tenang bahkan sampai pamit akan pulang, pelatihnya pun diberikan ekspresi cemberut. wkwkwk.. Tapi diantara itu semua, Sawaii sempat bercerita bahwa ketika salaman terakhir bersama lawan dan wasitnya selesai pertandingan. Hania lawan mainnya sempat mengatakan “Semangat latihan terus ya sawaii”, aahhh hangat rasanya. Saya sebagai ibunya yang mendampingi sangat bersyukur karena Sawaii mendapatkan kesan baik dari kekalahannya. Sungguh Maha Baik Allah..

Saya gak menyangka bahwa perjalanan mendampingi anak bisa memberikan banyak sekali pembelajaran, baik untuk anaknya atau untuk saya sebagai ibunya. Khususnya di 2 hari ini, untuk pertama kalinya kami merasakan senangnya menang sekaligus bagaimana rasanya kalah. Ini sungguh pelajaran berharga, bagaimana kita sekeluarga harus mempersiapkan diri sebelum bertanding, cara menyikapi kemenangan dan kekalahan, cara kita meregulasi kegugupan dan stresnya, serta dimomen ini saya sempat bilang ketika perjalanan pulang bareng Sawaii, “Gara-gara kakak ibu sangat amat bersyukur karena ibu memilih menemani anak-anak ibu semua, bisa terus nganterin kakak les, pertandingan, in kemanapun kakak butuhkan, bahkan saat kayak sekarang bapak keluar kota, ibu bisa nganter jemput kakak terus. Makasih ya kak ibu banyak belajar dari kakak” Iya, ibu bahagia bisa ada disamping kakak saat kakak senang atau sedih.

Dan seperti yang ibu utarakan juga, untuk kami kekalahan kakak hari ini bukan karena kakak bermain kurang bagus, tapi karena lawannya terlalu kuat. Gak apa-apa, masih ada O2SN tahun depan, tapi latihannya dari sabtu ini kan? Tenang, Ibu sama Bapak gakan ngajak bolos lagi sekarang mah. hahahaha..

Satu komentar pada “Selalu ada yang pertama”

Tinggalkan komentar